Bajawa
Bajawa adalah ibu kota Kabupaten Ngada, NTT. Kota ini terletak di pulau Flores. Kota ini memiliki jumlah penduduk sebanyak 44.000 jiwa.
Berikut wisata beta coba merangkum spot wisata di sekitar kota ini.
Air Terjun Ogi Bajawa
Bentuk kampung ini memanjang, dan memiliki kontur tanah yang miring. Pintu masuk kampung berada di arah utara. Dan di arah selatan merupakan puncak dan tebing yang terjal. Letak rumah-rumah pada kampung ini berhadap-hadapan dalam dua barisan. Pada awalnya hanya ada satu suku dikampung ini yaitu suku Bena. Perkawinan dengan suku lain akhirnya melahirkan suku-suku baru yang membentuk keseluruhan penduduk kampung Bena. Hal ini terjadi karena penduduk Kampung Bena menganut sistem kekerabatan (matriarkat). Sekarang, ada kurang lebih 40 rumah yang telah dihuni oleh 9 suku yaitu: suku Bena, suku Dizi, suku Dizi Azi, suku Wahto, suku Deru Lalulewa, suku Deru Solamae, suku Ngada, suku Ngada, suku Khopa, dan suku Ago.
Rumah di kampung ini mempunyai bentuk yang seragam. Dari dinding yang terbuat dari kayu dan bambu, sampai ke atap yang tinggi yang terbuat dari ijuk. Di tengah kampung terdapat beberapa bangunan yang mereka sebut sebagai Bhaga dan Ngadhu. Bangunan Bhaga ialah bangunan yang berbentuk mirip pondok kecil (tanpa penghuni). Sedangkan Ngadhu, adalah bangunan bertiang tunggal dan beratap serat ijuk hingga bentuknya menjadi seperti pondok peneduh. Tiang Ngadhu berasal dari kayu khusus yang keras yang berfungsi sebagai tiang gantungan saat sedang mengadakan pesta adat.
Di tengah lapangan, terdapat juga sebuah lapangan terbuka yang terdapat batu-batu Megalitikum yang merupakan makam para leluhur. Selain, kedua bangunan tersebut, ada bangunan lainnya seperti, Sakalobo. Sakalobo adalah rumah keluarga inti pria, yang telah ditandai dengan adanya patung pria yang sedang memegang parang dan busur panah di atas rumah itu. Dan, Sakapu'u, merupakan rumah keluarga inti perempuan. Pada bagian depan beberapa rumah, dipajang tanduk kerbau dan rahang babi. Ini menandakan bahwa keluarga yang menempati rumah yang telah dipajangi dengan tanduk kerbau telah berbuat suatu kebaikan untuk orang miskin. Sedangkan rahang babi menunjukan babi yang telah dipotong untuk digunakan pada upacara Kasao. Kasao sendiri adalah upacara pembuatan rumah yang digunakan oleh Kampung Bena.
Penduduk kampung Bena termasuk ke dalam suku Bajawa. Saat ini, mayoritas penduduk di kampung tersebut adalah agama penganut agama Katolik. Pada umumnya mereka bermata pencaharian sebagai peladang/ petani. Bagi kaum wanita, masih ditambah dengan bertenun. Penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani selalu menggelar pesta adat Reba dalam setiap tahunnya. Reba merupakan suatu pesta adat yang diadakan pada bulan Desember atau Januari, untuk melakukan syukuran atas apa yang telah diperoleh masyarakat kampung tersebut dalam satu tahun. Serta, masyarakat juga memohon keberhasilan pada masa mendatang. Selain untuk mewujudkan syukur kepada Tuhan, Reba juga sekaligus sebagai ritual untuk menghormati nenek moyang. Pada saat prosesi Reba berlangsung, semua anggota keluarga berkumpul dalam sebuah rumah adat dan harus memakai pakaian adat Kampung Bena.
Kampung Bena, belum pernah tersentuh teknologi. Arsitektur bangunan masih sangat sederhana. Kampung Bena diperkirakaan telah ada sejak 1.200 tahun yang lalu, berdasarkan catatan yang ada pada menurut catatan pemerintah Kabupaten Ngada. Mereka masih dengan teguh untuk memegang adat istiadat yang telah diwariskan oleh nenek moyang. Masyarakat di Kampung Bena tidak mengeksploitasi lingkungannya yang berupa lahan pemukiman dibiarkan sesuai kontur asli tanah di daerah itu yaitu tanah berbukit.
Kampung Bena berbentuk seperti perahu, yang menurut kepercayaan zaman megalitikum perahu dianggap punya kaitan dengan wahana bagi arwah untuk menuju ke tempat tinggalnya. Perahu ini mempunyai nilai kerjasama, gotong royong, dan kerja keras yang telah para leluhur contohkan saat mereka menaklukkan alam, dan mengarungi lautan untuk sampai ke Bena. Jika ingin mengunjungi Kampung Bena, pengunjung tidak dikenakan biaya masuk. Para pengunjung hanya diminta untuk mengisi buku tamu yang telah disediakan, dan memberikan donasi seiklasnya kepada kampung tersebut, yang nantinya donasi yang telah terkumpul akan digunakan untuk pemeliharaan kampung agar segala budaya dan adat istiadat Kampung Bena dapat terjaga. Karena hal ini, pantaslah Kampung Bena dicalonkan untuk menjadi Situs Warisan Dunia (UNESCO) pada tahun 1995.
Pemandian Air Panas Mangeruda
Pemandian Air Panas ini berada di Desa Piga, Kecamatan Soa. Untuk menuju lokasi ini kamu bisa menggunakan sepeda motor atau mobil ke arah utara yang berjarak sekitar 25 km dari Kota Bajawa. Pemandian air panas yang bersuhu mencapai 30 derajat celcius ini memiliki sumber mata air yang berasal dari sebuah kolam dan mengalir ke sungai utama melalui bebatuan yang agak tinggi sehingga tampak seperti air terjun kecil.
Untuk memasuki tempat ini Kamu hanya dikenakan biaya Rp 2.000,- untuk anak-anak dan Rp 4.000,- untuk wisatawan domestik. Sedangkan untuk wisatawan mancanegara dikenakan tiket masuk sebesar Rp 14.000,-.
Vila Manulalu
Udara pagi yang sejuk dipadukan dengan perkampungan lembah kampung adat Bena sambil minum kopi Bajawa ditemani pancake mungkin hanya bisa dinikmati di Vila manulalu, Bajawa. Vila Manulalu terletak tepat dibawah bukit Manulalu. Lokasinya yang tenang ini memang sangat cocok bagi kamu yang ingin beristirahat dari penatnya perjalanan ataupun hanya untuk menikmati pemandangan puncak Inerie dan kampung adat Bena sambil menikmati khasnya kopi Bajawa. Berdasarkan penuturan masyarakat lokal di sana, Manulalu berasal dari kata “Manu” yang berarti ayam dan “lalu” yang berarti jantan.
Untuk mencapai tempat ini hanya memerlukan waktu sekitar setengah jam saja. Bagi kamu yang capek atau malas berkendara, jangan khawatir karena dari pihak hotel sudah menyiapkan jasa antar jemput bagi pengunjung.
Kawah Wawomuda Bajawa
Kawah ini terletak di dusun Ngoranale, kelurahan Susu, kecamatan Bajawa, kabupaten Ngada. Untuk mencapainya, harus berkendara selama kurang lebih 15 menit dan mendaki gunung dengan berjalan kaki sekitar 30 menit (setengah jam).
Kawah Wawomuda terbentuk pada tahun 2001 setelah gunung Wawomuda meletus. Setelah meletusnya gunung tersebut, terbentuklah kawah ini. Kawah ini memiliki tiga kawah kecil dengan warna yang berbeda, yaitu kuning, coklat, dan merah kecoklatan. Kawah ini sering pula disebut Mini Kelimutu, karena perubahan warna pada kawah ini terjadi dari hasil reaksi vulkanis serta mikroorganisme yang ada di air kawah.
Gunung Inerie
Gunung Inerie adalah salah satu gunung yang berada di Flores. Gunung Inerie sendiri terletak di Kabupaten Ngada, Nusa tenggara Timur. Gunung yang memiliki ketinggian sekitar 2.245 meter dari atas permukaan laut ini terbilang sangat unik karena berbentuk kerucut seperti piramida di Mesir. Spot terbaik untuk melihat Gunung Inerie adalah dari Aimere, karena dari titik ini kamu bisa melihat gunung Inerie dengan kedua sisinya yang benar-benar lurus seperti piramida.
Bagi Kamu yang ingin mendaki, titik awal pendakian gunung Inerie berada di Desa Watumeze yang dapat ditempuh sekitar 30 menit dari pusat kota Bajawa. Pendakian dari titik awal emnuju puncak memerlukan waktu sekitar 3 jam saja dengan medan yang curam serta berpasir. Dari atas puncak Gunung Inerie kita bisa melihat kota Bajawa yang dikelilingi oleh pegunungan dan hamparan hutan yang hijau sampai dengan pemandangan Laut Sawu di selatan gunung ini.
Berikut wisata beta coba merangkum spot wisata di sekitar kota ini.
Air terjun Ogi terletak di desa Faobata, kecamatan Bajawa, Flores. Air terjun ini sangat mudah dicapai karena sangat dekat dengan Bajawa. Letaknya sekitar 7 km dari kota Bajawa. Tetapi karena sedikitnya penunjuk jalan yang ada untuk menuju ke lokasi, para pengunjung disarakan untuk bertanya kepada penduduk setempat untuk memperoleh informasi. Air terjun yang memiliki ketinggian kira-kira 30 meter ini, dikelilingi oleh pepohonan rindang, dan udara yang sejuk, membuat saya sendiri ingin cepat-cepat mengunjunginya.
Air Terjun Ogi Bajawa
Kampung Bena Kabupaten Ngada
Kampung Bena, adalah salah satu perkampungan Megalitikum. Kampung ini terletak di Kabupaten Ngada, Flores, provinsi Nusa Tenggara Timur. Kampung ini tepatnya terletak di desa Tiwuriwu, kecamatan Jerebu, kabupaten Ngada. Jarak kampung ini dari pusat kota Bajawa sekitar 19 km. Letak kampung ini berada di kaki gunung Inerie. Masyarakat di Kampung Bena percaya bahwa gunung adalah tempat dewa. Dan mereka meyakini keberadaan Yeta. Yeta adalah dewa yang bersinggasana di gunung tersebut yang telah melindungi kampung mereka.Bentuk kampung ini memanjang, dan memiliki kontur tanah yang miring. Pintu masuk kampung berada di arah utara. Dan di arah selatan merupakan puncak dan tebing yang terjal. Letak rumah-rumah pada kampung ini berhadap-hadapan dalam dua barisan. Pada awalnya hanya ada satu suku dikampung ini yaitu suku Bena. Perkawinan dengan suku lain akhirnya melahirkan suku-suku baru yang membentuk keseluruhan penduduk kampung Bena. Hal ini terjadi karena penduduk Kampung Bena menganut sistem kekerabatan (matriarkat). Sekarang, ada kurang lebih 40 rumah yang telah dihuni oleh 9 suku yaitu: suku Bena, suku Dizi, suku Dizi Azi, suku Wahto, suku Deru Lalulewa, suku Deru Solamae, suku Ngada, suku Ngada, suku Khopa, dan suku Ago.
Rumah di kampung ini mempunyai bentuk yang seragam. Dari dinding yang terbuat dari kayu dan bambu, sampai ke atap yang tinggi yang terbuat dari ijuk. Di tengah kampung terdapat beberapa bangunan yang mereka sebut sebagai Bhaga dan Ngadhu. Bangunan Bhaga ialah bangunan yang berbentuk mirip pondok kecil (tanpa penghuni). Sedangkan Ngadhu, adalah bangunan bertiang tunggal dan beratap serat ijuk hingga bentuknya menjadi seperti pondok peneduh. Tiang Ngadhu berasal dari kayu khusus yang keras yang berfungsi sebagai tiang gantungan saat sedang mengadakan pesta adat.
Di tengah lapangan, terdapat juga sebuah lapangan terbuka yang terdapat batu-batu Megalitikum yang merupakan makam para leluhur. Selain, kedua bangunan tersebut, ada bangunan lainnya seperti, Sakalobo. Sakalobo adalah rumah keluarga inti pria, yang telah ditandai dengan adanya patung pria yang sedang memegang parang dan busur panah di atas rumah itu. Dan, Sakapu'u, merupakan rumah keluarga inti perempuan. Pada bagian depan beberapa rumah, dipajang tanduk kerbau dan rahang babi. Ini menandakan bahwa keluarga yang menempati rumah yang telah dipajangi dengan tanduk kerbau telah berbuat suatu kebaikan untuk orang miskin. Sedangkan rahang babi menunjukan babi yang telah dipotong untuk digunakan pada upacara Kasao. Kasao sendiri adalah upacara pembuatan rumah yang digunakan oleh Kampung Bena.
Penduduk kampung Bena termasuk ke dalam suku Bajawa. Saat ini, mayoritas penduduk di kampung tersebut adalah agama penganut agama Katolik. Pada umumnya mereka bermata pencaharian sebagai peladang/ petani. Bagi kaum wanita, masih ditambah dengan bertenun. Penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani selalu menggelar pesta adat Reba dalam setiap tahunnya. Reba merupakan suatu pesta adat yang diadakan pada bulan Desember atau Januari, untuk melakukan syukuran atas apa yang telah diperoleh masyarakat kampung tersebut dalam satu tahun. Serta, masyarakat juga memohon keberhasilan pada masa mendatang. Selain untuk mewujudkan syukur kepada Tuhan, Reba juga sekaligus sebagai ritual untuk menghormati nenek moyang. Pada saat prosesi Reba berlangsung, semua anggota keluarga berkumpul dalam sebuah rumah adat dan harus memakai pakaian adat Kampung Bena.
Kampung Bena, belum pernah tersentuh teknologi. Arsitektur bangunan masih sangat sederhana. Kampung Bena diperkirakaan telah ada sejak 1.200 tahun yang lalu, berdasarkan catatan yang ada pada menurut catatan pemerintah Kabupaten Ngada. Mereka masih dengan teguh untuk memegang adat istiadat yang telah diwariskan oleh nenek moyang. Masyarakat di Kampung Bena tidak mengeksploitasi lingkungannya yang berupa lahan pemukiman dibiarkan sesuai kontur asli tanah di daerah itu yaitu tanah berbukit.
Kampung Bena berbentuk seperti perahu, yang menurut kepercayaan zaman megalitikum perahu dianggap punya kaitan dengan wahana bagi arwah untuk menuju ke tempat tinggalnya. Perahu ini mempunyai nilai kerjasama, gotong royong, dan kerja keras yang telah para leluhur contohkan saat mereka menaklukkan alam, dan mengarungi lautan untuk sampai ke Bena. Jika ingin mengunjungi Kampung Bena, pengunjung tidak dikenakan biaya masuk. Para pengunjung hanya diminta untuk mengisi buku tamu yang telah disediakan, dan memberikan donasi seiklasnya kepada kampung tersebut, yang nantinya donasi yang telah terkumpul akan digunakan untuk pemeliharaan kampung agar segala budaya dan adat istiadat Kampung Bena dapat terjaga. Karena hal ini, pantaslah Kampung Bena dicalonkan untuk menjadi Situs Warisan Dunia (UNESCO) pada tahun 1995.
Wisata Alam Laut 17 Pulau Riung terletak di kecamatan Riung, sebelah utara wilayah Kabupaten Ngada. Jarak dari Bajawa ibukota Kabupaten Ngada 75 Km, dapat ditempuh selama 2 1/2 jam dengan kendaraan umum maupun pribadi. Kawasan Taman Laut tersebut sebagian wilayahnya terletak di daratan pulau Flores serta sebagiannya di perairan teluk Riung dengan tebaran pulau-pulaunya yang sangat indah.
Terletak di perairan desa Tadho, Kelurahan Benteng Tengah, Kelurahan Nangamese, Lengkosambi, desa Sambinasi dan desa Latung kecamatan Riung. Di kawasan ini terdapat 17 pulau besar dan kecil yang letaknya berdekatan satu sama lain. Pulau-pulau itu adalah pulau Pata, Bangko, Rutong, Bampa, Sua, Telu, Mborong, Kolong, Ontoloe, Sui, Wire, Meja, Wawi, Batu, Taor, Laingjawa, Wingkureo. Pulau-pulau tersebut dapat dilihat dengan berkeliling menggunakan Speedboat selama kurang lebih dua setengah jam. Perairan di kawasan ini memiliki beberapa jenis karang yang keras dan lembut, dan ada juga ikan hias berwama-warni. Semua keindahan bawah taut tersebut dapat dinikmati dengan mata telanjang dari atas perahu pada saat laut dalam keadaan tenang di pagi hari sekitar pukul 05.00 – 06.00.
Bila wisatawan ingin menikmati keindahan bawah laut secara langsung, maka dapat memanfaatkan peralatan diving yang tersedia di Wisma Pesona Riung. Di wilayah darat kawasan ini terdapat Kadal Raksasa langka yang biasanya disebut Mbou oleh masyarakat setempat, atau biasanya di sebut juga Mbou Riung. Mbou Riung ini sama jenisnya dengan Varanus Komodoensis di Pulau Komodo, hanya warnanya lebih menarik. Selain itu, masih ada bentangan pasir putih di Pulau Rutong dan Ribuan Kelelawar di Pulau Ontoloe yang cukup menarik minat para pengunjung.
Terletak di perairan desa Tadho, Kelurahan Benteng Tengah, Kelurahan Nangamese, Lengkosambi, desa Sambinasi dan desa Latung kecamatan Riung. Di kawasan ini terdapat 17 pulau besar dan kecil yang letaknya berdekatan satu sama lain. Pulau-pulau itu adalah pulau Pata, Bangko, Rutong, Bampa, Sua, Telu, Mborong, Kolong, Ontoloe, Sui, Wire, Meja, Wawi, Batu, Taor, Laingjawa, Wingkureo. Pulau-pulau tersebut dapat dilihat dengan berkeliling menggunakan Speedboat selama kurang lebih dua setengah jam. Perairan di kawasan ini memiliki beberapa jenis karang yang keras dan lembut, dan ada juga ikan hias berwama-warni. Semua keindahan bawah taut tersebut dapat dinikmati dengan mata telanjang dari atas perahu pada saat laut dalam keadaan tenang di pagi hari sekitar pukul 05.00 – 06.00.
Bila wisatawan ingin menikmati keindahan bawah laut secara langsung, maka dapat memanfaatkan peralatan diving yang tersedia di Wisma Pesona Riung. Di wilayah darat kawasan ini terdapat Kadal Raksasa langka yang biasanya disebut Mbou oleh masyarakat setempat, atau biasanya di sebut juga Mbou Riung. Mbou Riung ini sama jenisnya dengan Varanus Komodoensis di Pulau Komodo, hanya warnanya lebih menarik. Selain itu, masih ada bentangan pasir putih di Pulau Rutong dan Ribuan Kelelawar di Pulau Ontoloe yang cukup menarik minat para pengunjung.
Kepulauan Riung
Pulau Pasir Putih
Pulau Kelelawar Riung
Wisata Mawar Laut
Pemandian Air Panas ini berada di Desa Piga, Kecamatan Soa. Untuk menuju lokasi ini kamu bisa menggunakan sepeda motor atau mobil ke arah utara yang berjarak sekitar 25 km dari Kota Bajawa. Pemandian air panas yang bersuhu mencapai 30 derajat celcius ini memiliki sumber mata air yang berasal dari sebuah kolam dan mengalir ke sungai utama melalui bebatuan yang agak tinggi sehingga tampak seperti air terjun kecil.
Untuk memasuki tempat ini Kamu hanya dikenakan biaya Rp 2.000,- untuk anak-anak dan Rp 4.000,- untuk wisatawan domestik. Sedangkan untuk wisatawan mancanegara dikenakan tiket masuk sebesar Rp 14.000,-.
Air Panas Soa
Vila Manulalu
Udara pagi yang sejuk dipadukan dengan perkampungan lembah kampung adat Bena sambil minum kopi Bajawa ditemani pancake mungkin hanya bisa dinikmati di Vila manulalu, Bajawa. Vila Manulalu terletak tepat dibawah bukit Manulalu. Lokasinya yang tenang ini memang sangat cocok bagi kamu yang ingin beristirahat dari penatnya perjalanan ataupun hanya untuk menikmati pemandangan puncak Inerie dan kampung adat Bena sambil menikmati khasnya kopi Bajawa. Berdasarkan penuturan masyarakat lokal di sana, Manulalu berasal dari kata “Manu” yang berarti ayam dan “lalu” yang berarti jantan.
Untuk mencapai tempat ini hanya memerlukan waktu sekitar setengah jam saja. Bagi kamu yang capek atau malas berkendara, jangan khawatir karena dari pihak hotel sudah menyiapkan jasa antar jemput bagi pengunjung.
Breakfast at villa Manulalu
Kawah Wawomuda Bajawa
Kawah ini terletak di dusun Ngoranale, kelurahan Susu, kecamatan Bajawa, kabupaten Ngada. Untuk mencapainya, harus berkendara selama kurang lebih 15 menit dan mendaki gunung dengan berjalan kaki sekitar 30 menit (setengah jam).
Kawah Wawomuda terbentuk pada tahun 2001 setelah gunung Wawomuda meletus. Setelah meletusnya gunung tersebut, terbentuklah kawah ini. Kawah ini memiliki tiga kawah kecil dengan warna yang berbeda, yaitu kuning, coklat, dan merah kecoklatan. Kawah ini sering pula disebut Mini Kelimutu, karena perubahan warna pada kawah ini terjadi dari hasil reaksi vulkanis serta mikroorganisme yang ada di air kawah.
Kawah Wawomuda
Gunung Inerie adalah salah satu gunung yang berada di Flores. Gunung Inerie sendiri terletak di Kabupaten Ngada, Nusa tenggara Timur. Gunung yang memiliki ketinggian sekitar 2.245 meter dari atas permukaan laut ini terbilang sangat unik karena berbentuk kerucut seperti piramida di Mesir. Spot terbaik untuk melihat Gunung Inerie adalah dari Aimere, karena dari titik ini kamu bisa melihat gunung Inerie dengan kedua sisinya yang benar-benar lurus seperti piramida.
Bagi Kamu yang ingin mendaki, titik awal pendakian gunung Inerie berada di Desa Watumeze yang dapat ditempuh sekitar 30 menit dari pusat kota Bajawa. Pendakian dari titik awal emnuju puncak memerlukan waktu sekitar 3 jam saja dengan medan yang curam serta berpasir. Dari atas puncak Gunung Inerie kita bisa melihat kota Bajawa yang dikelilingi oleh pegunungan dan hamparan hutan yang hijau sampai dengan pemandangan Laut Sawu di selatan gunung ini.
Comments
Post a Comment